Ticker

6/recent/ticker-posts

Asyura' Momentum Membangun Keshalihah Individual dan Sosial


Peringatan HUT RI Ke 75 Tahun 2020 ini memeiliki keistimewaan tersendiri di bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya di Bulan Agustus ini, Umat Islam juga memperingati dan memasuki Tahun Islam 1442 H dengan masuknya bulan Muharram. Bulan yang tidak hanya0 dihormati dan dimuliakan oleh ummat Islam. Tetapi juga merupakan salah satu bulan yang terkenal memiliki keutamaan dan keistimewaan sejak zaman Jahiliyah dahulu.


Diriwayatkan oleh Abu Jakfar dalam Tafsir At-Thabari bahwa orang-orang Jahiliyah sangat mengagungkan dan memuliakan bulan-bulan haram (termasuk Muharram). Mereka juga mengharamkan peperangan dalam bulan-bulan haram ini. Bahkan walaupun ada seseorang yang bertemu dengan si pembunuh bapaknya, maka dia tidak akan membalasnya dengan apapun karena saking menghormati bulan-bulan haram ini.

Kemuliaan bulan Muharram ini terus berlanjut dalam Agama Islam. Muharram adalah salah satu bulan dari empat yang dimuliakan oleh Allah yang disebut dengan bulan-bulan haram (Al-Asyhur Al-Hurum) yakni bulan-bulan yang dilarang oleh Allah untuk melakukan kontak senjata atau peperangan.

Bulan Haram dalam Islam terdiri dari 4 bulan yaitu Muharram, Rajab, Dzulqaidah, dan Zulhijah. Dinamakan demikian karena pada bulan tersebut Allah SWT melarang seluruh hamba-Nya berbuat dosa atau melakukan hal yang dinilai haram secara syariat Islam.

Dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 39 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضَ مِنْهَاۤ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ ۗ وَقَا تِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآ فَّةً كَمَا يُقَا تِلُوْنَكُمْ كَآ فَّةً ۗ وَا عْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan Bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa. (QS. At-Taubah 9: Ayat 36)

Mengomentari ayat di atas khususnya kata fihina, terdapat perbedaan para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan berbuat kedzaliman adalah dalam sepanjang bulan atau dalam setahun.
Menurut ulama yang lain bahwa dlamir dalam kata fihinna kembali kepada empat bulan haram tersebut. Dengan demikian, Allah sangat melarang hamba-hamba-nya untuk melakukan perbuatan dzalim (aniaya), perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain khususnya di bulan haram-haram tersebut. Ini bukan berarti selain di bulan-bulan haram kita diperbolehkan untuk melakukan perbuatan dzalim dan kemaksiatan. Tetapi perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan dalam bulan haram dosanya lebih besar dan berlipat-lipat dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.

Sejarah Penting pada 10 Muharram

Asyura adalah hari kesepuluh pada bulan Muharram, diambil dari kata asyaroh yang bermakna sepuluh atau puasa di tanggal 10 bulan Muharram. Asyura merupakan hari yang mulia bagi umat Islam. Bahkan bangsa Yahudi pun sangat memuliakannya.

Terdapat beberapa peristiwa penting dan monumental dalam sejarah para Nabi yang terjadi pada 10 Muharram antar lain:
1. Allah menciptakan Nabi Adam alaihi salam (as) di Surga
2. Allah aubat Nabi Adam as
3. Allah menyelamatkan Nabi Nuh as pasca terjadinya banjir besar
4. Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Ummat dari Fir’aun dengan membelah laut merah
5. Allah menenggelamkan Fir’aun dan tentaranya di dasar laut merah saat mengejar Nabi Musa
6. Allah mengeluarkkan Nabi Yunus dari Perut Ikan Paus
7. Dan masih banyak peristiwa penting lainnya

Peristiwa-peristiwa di atas mengajarkan kepada kita ummat manusia bahwa siapa pun yang memiliki keimanan yang kuat dan ketakwaan yang tangguh kepada Allah, selalu berjalan di jalan yang benar, maka dia akan senantiasa akan mendapatkan pertolongan Allah, solusi dari segala persoalan yang dihadapi. Dan seberat apapun musibah yang kita hadapi, sebesar kesalahan dan dosa kita, maka kita tidak boleh berputus asa dari Allah. Yakinlah Allah tidak akan memberikan ujian di ular batas kemampuan manusia, seperti yang dialami oleh para Nabi dan Rasul di atas. Pun sebaliknya, kejahatan tidak akan pernah kekal di atas muka bumi ini seperti yang dialami oleh Fir'aun yang jasadnya hingga saat ini masih utuh.

Keutamaan Puasa 10 Muharram

Puasa 10 Muharram yang dikenal dengan puasa Asyura, sudah bisa dilakukan oleh kaum Quraisy Mekkah sebelum kedatangan Islam. Nabi Muhammad saw. juga melaksanakannya. Usai umat Islam hijrah ke Madinah, pada tahun 2 H, Nabi melihat kaum Yahudi di Madinah mengerjakan puasa Asyura pula.

Dalam tradisi Yahudi setempat, mengerjakan puasa pada hari tersebut adalah upaya mengikuti tradisi Nabi Musa, yang berpuasa sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Allah, yang membebaskan Bani Israel dari kungkungan Firaun Mesir kala itu.

Mendengar ini, Nabi kemudian menjawab, "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian". Dari sinilah, puasa Asyura tidak hanya dilakukan oleh Rasulullah saw. semata. Beliau memerintahkan agar umat Islam mengerjakan puasa pada hari tersebut.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ : قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ : " مَا هَذَا ؟ " قَالُوا : هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ ؛ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى. قَالَ : " فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ ". فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, anjuran Rasulullah saw. agar umat Islam mengerjakan puasa Asyura kemudian menimbulkan pertanyaan. Ada yang bertanya kepada beliau, "Ya Rasulullah, ini hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nasrani". Mendengar ini, Nabi berkata, "Jika aku masih hidup hingga tahun depan, insya Allah, kita akan berpuasa pada hari kesembilan juga".

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ ؛ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ "

Namun, Rasulullah meninggal pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awwal 11 H), atau sebelum Muharam tahun berikutnya tiba. Karena Rasulullah sudah berencana mengerjakan puasa pada 9 Muharam, maka umat Islam disunnahkan mengerjakan puasa pada hari tersebut, yang disebut puasa Tasua. Dalam konteks studi hadits keinginan Rasulullah saw yang belum terlaksana ini disebut dengan sunnah hammiyah.
Keutamaan puasa Asyura dapat dilihat dari penekanan Nabi Muhammad saw. tentang ibadah ini. rasulullah saw bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ ؛ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ ؛ صَلَاةُ اللَّيْلِ ".

"Puasa yang paling afdal setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah Muharam" (H.R. Muslim).
Nabi sendiri demikian bersemangat dalam mengerjakan puasa Asyura, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, "Aku tidak pernah melihat Nabi demikian perhatian dan bersengaja puasa yang lebih utama daripada puasa pada hari Asyura dan puasa bulan Ramadan".

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ، إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ ؛ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَهَذَا الشَّهْرَ. يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ.

Terkait ganjaran yang didapatkan jika mengerjakan puasa Asyura, Rasulullah saw. bersabda, "Puasa [pada] hari Asyura, saya berharap Allah mengampuni dosa setahun lampau" (H.R. Muslim).

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَالَ : " كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ ". وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ : " كَفَّارَةُ سَنَةٍ ".

Imam Nawawi menerangkan dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzzab, bahwa yang dimaksud dengan dosa setahun lampau adalah dosa kecil, bukan dosa besar. 

Mengusap Anak Yatim

Rasulullah Muhammad Saw menyebut dirinya sebagai Nabiyyu Ar-Rahmah (Nabi yang sangat penyayang). Di tengah aktivitas beliau yang super sibuk seperti ta’lim tarbiyyah, dakwah, memimpin pemerintahan dan negara, bahkan memimpin perang hingga sebagai seorang kepala keluarga, Rasulullah masih meluangkan waktunya untuk berkumpul dan bercengrkrama dan bersama serta bermain anak kecil. Salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw saat bertemu anak kecil adalah mengusap kepala dan mendoakan mereka.

Mengusap kepala anakl merupakan salah satu cara dan metode untuk menunjukkan kedekatan batin kepada anak sehingga anak merasa mendapatkan pengayoman dan kasih sayang dari orang tua. Hal ini sangat berarti untuk membesarkan hati mereka dan jauh lebih mahal daripada memberi harta dengan sikap kaku dan acuh tak acuh.

Doa yang dimohonkan oleh orang tua untuk anak dan didengar olehnya akan menjalin kedekatan hati dan keakraban antara anak dan orang tua.

Dalam Kitab Shahih Al-Adab Al-Mufrad, Imam Al-Bukhari menceritakan
عن سلمة بن وردان قال: رأيت أنس بن مالك يصافح الناس، فسألني: من أنت؟ فقلت: مولى لبني ليث، فمسح على رأسي ثلاثاً، وقال: "بارك الله فيك".
Dari Salamah bin Wardan, ia berkata: “Saya melihat Anad bin Malik menjabat tangan orang-orang lalu dia bertanya kepadaku: ‘Siapa Engkau?’ Saya menjawab: ‘Bekas Budak Bani Laits’, Lalu Dia mengusap kepalaku tiga kali dan berkata “Semoga Allah memberikan berkah kepadamu”. (HR. Bukhari)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَسَحَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم رَأْسِى وَدَعَا لِى بِالْحِكْمَةِ.
Ibnu Abbas berkata: “Nabi Saw mengusap kepalaku dan mendoakanku dengan hikmah” 

Imam At-Thabrani dalam Kitabnya Al-Mu’jam Al-Kabir meriwayatkan anjuran Rasulullah untuk mengusap kepala anak yatim
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ لا يَمْسَحُهُ إِلا لِلَّهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا يَدُهُ حَسَنَاتٌ، وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ"، وَقَرَنَ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ.
Dari Abu Umamah, berkata : Rasulullah saw bersabda “Barangsiapa yang mengusah kepala anak Yatim kecuali Allah akan memberikan balasan dengan setiap rambut yang disentuh oleh tangannya dengan beragam kebaikan. Dan barang siapa yang berbuat ihsan (kebaikan) kepada anak yatim yang di dekatnya, maka  saya akan bersama dengan orang tersebut di surge seperti ini (Sambil mereganggak kedua jarinya). (HR. At-Thabrani)
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Kitab Fathul Bari menceritakan sebuah kisah bahwa ada seseorang yang datang dan mengadukan hatinya yang keras kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah bersabda : Berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak Yatim.”

أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَى النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَة قَلْبه فَقَالَ : أَطْعِمْ الْمِسْكِين وَامْسَحْ رَأْس الْيَتِيم

Kedua jadits ini kemudian lebih dijelaskan oleh Ulama Nusantara Syaikh Ihsan Al-Jampes dalam Kitabnya Manahij al-Imdad (syarah dari kitab Irsyad al-‘Ibad karya Syaikh Zainudin al-Malibari:

“Barangsiapa berpuasa para Hari Asyura (tanggal 10) Muharram, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan barang siapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura’, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya.”

Mengenai penjelasan dalam kitab ini tentu saja ada berbagai perbedaan pendapat. Tidak semua sepakat dengan hal ini karena berbagai pandangan. Namun yang bisa kita ambil adalah hikmah dari bagaimana Rasulullah menyantuni anak yatim dan mencintainya sepenuh hati. sehingga kelak di Surga berdekatan dengan Rasulullah SAW.

Momentum Asyura' mengajarkan kita untuk senantiasa membangun komunikasi vertikal dan horizontal. Tidak hanya Ibadah Individual semata seperti puasa Asyura. Tetapi juga ibadah sosial dengan menyantuni anak-anak yatim. Dengan dengan demikian kita akan menjadi hamba-hamba Allah yang shalih; shalih individual dan shalil sosial.

Penulis : Kepala MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul

Referensi : Al-Qur'an Al-Karim, Tafsir Jami' Al-Bayan At-Tahbary, Tafsir Ibnu Katsir, Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Ahmad, Fathul Bari fi Syarh Al-Bukhari, Qashas Al-Anbiya' fil Qur'an, Majmu' Syarh Muhadzdzab, Manahj=ih Al-Imdad bi Syarh Irsyadil Ibad, Hasyiyah I’anah At-Thalibin, Fathul Qarib Al-Mujib

Sumber : www.mtsmu2bakid.sch.id



Post a Comment

0 Comments